Sebelum membicarakan konsep atau prinsip dasar akuntansi pajak perlu mengetahui terlebih dahulu elemen-elemen atau unsur yang ada pada struktur teori akuntansi. Struktur teori akuntansi merupakan elemen yang saling berkaitan dan menjadi pedoman untuk mengembangkan teori dan menyusun teknik-teknik akuntansi. Diagram berikut menunjukkan struktur teori akuntansi:
Tujuan laporan keuangan ini adalah memberikan informasi keuangan kepada para pengguna laporan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia merumuskan tujuan laporan keuangan, yaitu “menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang KUP menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak-Penghasilan oleh Wajib Pajak
yang diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan Iaporan keuangan berupa neraca dan Iaporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Dari gambaran tersebut Iaporan keuangan mempunyai peran yang penting. Tujuan utama pelaporan keuangan fiskal adaiah menyajikan informasi yang digunakan sebagai bahan menghitung dasar pengenaan pajak terutang.
Pengaturan selanjutnya perhitungan dalam Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP lebih menekankan kepentingan Iaporan keuangan tersebut karena SPT dianggap tidak disampaikan apabila tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang diperlukan. Namun demikian, Iaporan keuangan komersial maupun Iaporan keuangan fiskal masih memiliki beberapa keterbatasan seperti:
1. Laporan keuangan yang disusun bersifat historis.
2. Lebih banyak menekankan hal yang bersifat material.
3. Penggunaan estimasi dan berbagai pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan.
Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli, tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basis) dan kelangsungan usaha {going concern). APB Statement No. 4 menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi:
1. Cost Principle
Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga pertukaran pada tanggal perolehan.
2. Revenue Principle
Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen, pengukuran, maupun pengakuan pendapatan sebagai salah satu komponen penyusunan laporan laba rugi.
3. Matching Principle
Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (matching) menjelaskan masalah pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan hasil, sehingga hasil akan diakuipada periode menurut prinsip dasar pengakuan hasil, sedangkan biayanya dibebankan sesuai periode tersebut.
4. Objectivity Principle
Masalah objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda. Sebagai contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga yang independen (misalnya laporan rekening koran dari bank), objektivitas dianggap sebagai hasil konsensus kelompok yang mengukur ataupun objektivitas diukur dengan penentuan batas atau limit tertentu.
dikenakan tarif upah kenaikan
Istimewa yang paling diperhatikan yaitu substansi hubungan yang bukan hanya pada bentuk hukumnya seperti penyandang dana, serikat dagang, perusahaan pelayanan umum (public utilities), satu-satunya pelanggan, pemasok distributor dan lain sebagainya. Gambaran hubungan istimewa seperti:
1. perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow subdiaries)’,
2. perusahaan asosiasi (associated company)’,
3. Perorangan yang memiliki baik secara langsung, maupun tidak langsung, suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Keluarga dekat dimaksud yaitu mereka yang dapat diharapkan memengaruhi atau dipengaruhi perorangan dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor.
4. Karyawan kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi: anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut; dan
5. Perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara yang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang sebagaimana disebutkan pada angka 3 dan angka 4 atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Hal ini dimaksudkan mencakup perusahaan-perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor.
Berbagai macam metode yang digunakan untuk menentukan harga dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PSAK, 2009) yaitu:
1. Metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingkan
Metode ini sering digunakan yang dalam implementasinya yaitu bila barang atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan adalah serupa dengan keadaan dalam transaksi perdagangan normal.
2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price)
Metode ini digunakan bila barang yang dialihkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang independen dan metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yang wajar.
3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method)
Metode biaya plus sebagai pendekatan lain yang menambahkan suatu kenaikan (mark up) tertentu pada biaya pemasok. Ukuran-ukuran yang dapat membantu harga transfer yaitu hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam industri sejenis atas volume penjualan atau modal yang digunakan.
Suatu transaksi kadang kala dapat terjadi bahwa harga transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak ditentukan menurut salah satu dari metode pada angka 2 dan angka 3 bahkan sama sekali tidak ada harga yang diperhitungkan. Sebagai contoh pemberian jasa manajemen tanpa memperhitungkan imbalan atau pemberian pinjaman tanpa bunga. Akan tetapi di sisi lain, kadang kala bahwa transaksi tersebut tidak dapat terjadi bila tidak terdapat hubungan istimewa. Sebagai contoh umumnya suatu perusahaan yang menjual sebagian besar produknya dengan harga pokok kepada induk perusahaan akan mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan lain bila suatu saat induk perusahaan tidak membeli produk tersebut.
Permasalahan tetap pada hubungan istimewa bahwa adanya hubungan istimewa ini mengakibatkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dapat terpengaruh atau dampak terhadap posisi keuangan dan hasil usaha pelapor (Penyusun Laporan Keuangan). Oleh karenanya dalam akuntansi komersial seperti tertuang dalam tujuan PSAK No. 7 menekankan pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan di dalam undang-undang pajak penekanannya pada akibat yang terjadi terhadap transaksi yang ada hubungan istimewa. Bila terdapat hubungan istimewa kemungkinan yang dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari jumlah yang seharusnya. Oleh karenanya perlu.menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan bila para wajib pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya- plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).
Kemungkinan dapat terjadinya adanya pernyertaan modal secara terselubung dengan menyatakan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan sebagai contoh, melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Pembahasan masalah debt to equity ratio akan disampaikan dalamtsubbab tersendiri.
Khusus masalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh ini menjelaskan hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:
1. kepemilikan atau penyertaan modal;
2. Adanya penguasaan teknologi melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.
Lebih lanjut hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada undang-undang PPh.
1. Pasal 18 ayat (3)
Adanya hubungan istimewa, sehingga Direktur Jenderal Pajak perlu menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lain.
2. Pasal 18 ayat (3a)
Melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Pasal 18 ayat (3b)
Adanya Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian dapat ditetapkan sebagai pihak sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan' pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran dalam penetapan harga.
4. Pasal 18 ayat (3c)
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Pasal 18 ayat (3d)
Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.
Dianggap ada hubungan istimewa apabila dipenuhinya syarat:
1. Wajib Pajak mempunyai pernyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung. Sebagai contoh PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oieh PT A merupakan penyertaan langsung, Bila PT B mempunyai 50% saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Kondisi demikian antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Tetapi bila PT A juga memiliki 25% saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Tentu saja hubungan kepemilikan sebagaimana diuraikan di atas dapat terjadi antara orang pribadi atau badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar