Rabu, 18 April 2012

PENILAIAN KEWAJARAN DALAM TRANSAKSI

Sebagaimana telah banyak dibahas dalam subbab hubungan istimewa yaitu adanya transaksi bisnis yang dilakukan di antara para Wajib Pajak tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang kemungkinannya sebagai akibat hubungan istimewa untuk itulah selanjutnya atas kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dalam rangka penilaian kewajaran transaksi.
Pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan meliputi:
1.      Kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Bila perbandingan antara utang sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, maka pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, undang-undang Pajak Penghasilan menentukan adanya modal terselubung.
Istilah modal menunjuk pada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan "kewajaran atau kelaziman usaha” adalah adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.
2.      Kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modalnya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan:
  1. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
  2. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.

Hal tersebut mempertimbangkan dengan semakin berkembangnya ekonomi dan perdagangan internasional sejalan dengan era globalisasi, dapat terjadi bahwa Wajib Pajak dalam negeri menanamkan modalnya di luar negeri.'Untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal di luar negeri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan saat diperolehnya dividen. Sebagai contoh PT A dan PT B masing-masing memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd., yang bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd., tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dalam tahun 2009 X Ltd., memperoleh laba setelah pajak sejumlah Rp 1.000.000.000,00.
3.      Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Tujuan pengaturan ini yaitu untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
4.      Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan Pihak Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.

Pengertian kesepakatan harga transfer {advancepricing agreement) yang dikenal dengan APA yaitu kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA yaitu untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional. Persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak dapat mencakup beberapa hal, antara lain, harga jual produk yang dihasilkan, dan jumlah royalti, tergantung pada kesepakatan. Keuntungan dari
APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu melakukan koreksi dengan harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.
5.      Pencegahan penghindaran paj ak yang dilakukan oleh Wajib Paj ak saat melakukan pembelian saham atau penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut. Dengan demikian bila Wajib Pajak melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud tertentu I special purpose company dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
6.      Bila terjadi penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit atau special purpose company) yang didirikannya atau berkedudukan di tax heaven country yang mempunyai hubungan istimewa dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Sebagai contoh X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah negara bebas pajak (Tax Haven Country), memiliki 100% saham PT X yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, X Ltd. ini adalah suatu perusahaan antara (conduit company) yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh Y Co, sebuah perusahaan negara B, dengan tujuan sebagai perusahaan antara dalam kepemilikannya atas seluruh saham PT X. Tetapi bila Y Co., menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd. Kepada PT Z yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri, secara legal formal,transaksi di atas merupakan pengalihan saham perusahaan luar negeri oleh Wajib Pajak luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi ini merupakan pengalihan kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh Wajib Pajak luar negeri, sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak Penghasilan.
Penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia hal tersebut terjadi bila pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi ke bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar